Postcard Sender

Monday, August 26, 2013

Ramadan di Hongaria

Menjalani ibadah puasa Ramadan di negara dengan umat muslim yang minoritas memang bukan perkara mudah. Apalagi ketika bulan Ramadan jatuh di musim panas di mana matahari betah berlama-lama sehingga menyisakan malam hanya beberapa jam saja.  Selain suhu udara bisa mencapai  40 derajat celcius, waktu berpuasa di musim panas menjadi lebih lama, sekitar 18 jam. Akibatnya jadwal salat isya pun jatuh mendekati tengah malam membuat waktu salat tarawih dan waktu sahur hanya berselang  1-2 jam saja.  Mau tak mau jadwal tidur malam pun berganti menjadi setelah salat subuh.

Hal ini yang saya alami di bulan Ramadan  tahun 2013 kali ini yang merupakan Ramadan ke tiga saya di Budapest, ibu kota Hongaria, sebuah negara kecil di tengah-tengah benua Eropa.  
Islam  di Hongaria sendiri merupakan bagian dari sejarah panjang negara ini. Salah satunya karena pernah menjadi daerah kekuasaan Turki Ottoman selama lebih dari 150 tahun (1541-1699). Sayangnya, tidak ada lagi jejak Islam yang signifikan tertinggal di sini.  



Tomb of Gül Baba : Makam tokoh Islam Turki Ottoman di Budapest


Populasi umat muslim di Hongaria yang hanya berjumlah sekitar 60.000 orang dari total 10 juta penduduk Hongaria menjadikan Islam sebagai sesuatu yang asing  bagi warga Hongaria saat ini. Saya sudah terbiasa mendapatkan tatapan aneh dari orang – orang karena mengenakan jilbab. Jadi bisa dibayangkan tanggapan mereka mengetahui umat Islam harus berpuasa sebulan penuh apalagi di musim panas.
 ’’Berpuasa untuk tidak makan masih bisa diterima tapi tidak minum?? ’’, ucap seorang teman sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. ’’ Puasa Ramadan hanya untuk orang Arab, tidak cocok untuk kita di Hongaria’’, tambahnya lagi. Maklum di sini orang mengindentikan  Islam lebih kepada adat dan istiadat Timur Tengah daripada sebuah agama yang universal.

Lain lagi ceritanya ketika saya diundang makan malam di rumah salah seorang sanak keluarga. Sang tuan rumah berkali-kali menyibakan tirai jendela, kemudian dia berkata, ’’ Lihat matahari sudah tidak terlihat lagi, apakah kamu sudah bisa makan sekarang?”. Padahal saat itu keadaan masih terang benderang karena matahari hanya tertutup awan dan waktu berbuka masih sekitar setengah jam lagi.

Tahun pertama saya berpuasa di Budapest terasa lebih berat karena waktunya yang lebih panjang dan suasana Ramadan tidak terasa sama sekali. Mayoritas teman –teman saya saat itu tidak ada yang berpuasa. Semua berjalan seperti hari –hari biasa. Justru disitulah tantangan terberat untuk tetap menjalankan ibadah sebagai seorang muslim minoritas.  Dengan berjalannya waktu, saya mulai mengenal banyak umat muslim dan beberapa komunitas Islam di Hongaria. Hal ini membantu saya menjalani Ramadan di Hongaria menjadi lebih ringan.

Sejauh yang saya tahu ada sekitar 5 mesjid di Budapest,  dan tiga diantaranya sering saya kunjungi selama Ramadan.  Setiap hari di mesjid-mesjid tersebut selalu disediakan makanan berbuka puasa . Susu dan kurma merupakan kombinasi yang biasa dihidangkan sebagai takjil. Setelah Salat magrib berjamaah, mengikuti kebiasaan makan orang Hongaria, menu berbuka puasa selalu diawali oleh sup kemudian barulah makanan berat dan buah-buahan sebagai penutup dihidangkan. 

Mesjid terbesar di Hungary
Tidak ketinggalan Kedutaan Republik Indonesia di Budapest pun menyelengarakan buka puasa bersama rutin setiap hari Jumat bagi masyarakat Indonesia. Hal ini menjadi wadah berkumpulnya masyarakat Indonesia di Budapest, yang jumlahnya tidak seberapa, saat Ramadan dan pengobat rindu akan masakan indonesia. 

Yang menarik setelah saya perhatikan ada perbedaan jadwal salat di tiap-tiap mesjid. Terutama untuk salat isha dan subuh. Perbedaanya bisa sampai setengah jam lebih. Mungkin karena perhitungan yang mereka gunakan berbeda-beda. Tentu saja saya memilih untuk salat tarawih di mesjid yang mempunyai jadwal salat isha lebih cepat.  Selain tarawihnya selesai lebih cepat kami pun bisa pulang tidak terlalu malam. Tapi sayang tidak ada perbedaan waktu yang signifikan dalam hal adzan magrib...:)

Tulisan ini di buat atas permintaan teman (sangat) baik saya untuk diterbitkan sebagai rangkaian cerita Ramadhan di media online tempat suaminya bekerja. Sudah lama sekali saya tidak menulis. Bahkan terakhir nulis di blog ini pun tahun 2011 ( kalo barang dah berdebu, karatan, banyak binatang2 kecil...hiii). Setelah menulis cerita ini jadi termotivasi lagi buat menulis tentang pengalaman selama di negeri orang ini.  link ke media dimana cerita ini diterbitkan :  Cerita menjalani puasa Ramadan di Hongaria


No comments:

Post a Comment