Menjalani ibadah
puasa Ramadan di negara dengan umat muslim yang minoritas memang bukan perkara
mudah. Apalagi ketika bulan Ramadan jatuh di musim panas di mana matahari betah
berlama-lama sehingga menyisakan malam hanya beberapa jam saja. Selain suhu udara bisa mencapai 40 derajat celcius, waktu berpuasa di musim
panas menjadi lebih lama, sekitar 18 jam. Akibatnya jadwal salat isya pun jatuh
mendekati tengah malam membuat waktu salat tarawih dan waktu sahur hanya berselang
1-2 jam saja. Mau tak mau jadwal tidur malam pun berganti
menjadi setelah salat subuh.
Hal ini yang saya
alami di bulan Ramadan tahun 2013 kali
ini yang merupakan Ramadan ke tiga saya di Budapest, ibu kota Hongaria, sebuah
negara kecil di tengah-tengah benua Eropa.
Islam di Hongaria sendiri merupakan bagian dari sejarah
panjang negara ini. Salah satunya karena pernah menjadi daerah kekuasaan Turki
Ottoman selama lebih dari 150 tahun (1541-1699). Sayangnya, tidak ada lagi jejak
Islam yang signifikan tertinggal di sini.
Tomb of
Gül Baba : Makam tokoh Islam Turki Ottoman di Budapest
|
Populasi umat muslim
di Hongaria yang hanya berjumlah sekitar 60.000 orang dari total 10 juta
penduduk Hongaria menjadikan Islam sebagai sesuatu yang asing bagi warga Hongaria saat ini. Saya sudah
terbiasa mendapatkan tatapan aneh dari orang – orang karena mengenakan jilbab.
Jadi bisa dibayangkan tanggapan mereka mengetahui umat Islam harus berpuasa
sebulan penuh apalagi di musim panas.
’’Berpuasa untuk tidak makan masih bisa
diterima tapi tidak minum?? ’’, ucap seorang teman sambil menggeleng-gelengkan
kepalanya. ’’ Puasa Ramadan hanya untuk orang Arab, tidak cocok untuk kita di
Hongaria’’, tambahnya lagi. Maklum di sini orang mengindentikan Islam lebih kepada adat dan istiadat Timur
Tengah daripada sebuah agama yang universal.
Lain lagi ceritanya
ketika saya diundang makan malam di rumah salah seorang sanak keluarga. Sang
tuan rumah berkali-kali menyibakan tirai jendela, kemudian dia berkata, ’’
Lihat matahari sudah tidak terlihat lagi, apakah kamu sudah bisa makan
sekarang?”. Padahal saat itu keadaan masih terang benderang karena matahari
hanya tertutup awan dan waktu berbuka masih sekitar setengah jam lagi.
Tahun pertama saya
berpuasa di Budapest terasa lebih berat karena waktunya yang lebih panjang dan suasana
Ramadan tidak terasa sama sekali. Mayoritas teman –teman saya saat itu tidak
ada yang berpuasa. Semua berjalan seperti hari –hari biasa. Justru disitulah
tantangan terberat untuk tetap menjalankan ibadah sebagai seorang muslim
minoritas. Dengan berjalannya waktu,
saya mulai mengenal banyak umat muslim dan beberapa komunitas Islam di Hongaria.
Hal ini membantu saya menjalani Ramadan di Hongaria menjadi lebih ringan.
Sejauh yang saya
tahu ada sekitar 5 mesjid di Budapest,
dan tiga diantaranya sering saya kunjungi selama Ramadan. Setiap hari di mesjid-mesjid tersebut selalu
disediakan makanan berbuka puasa . Susu dan kurma merupakan kombinasi yang
biasa dihidangkan sebagai takjil. Setelah Salat magrib berjamaah, mengikuti
kebiasaan makan orang Hongaria, menu berbuka puasa selalu diawali oleh sup
kemudian barulah makanan berat dan buah-buahan sebagai penutup dihidangkan.
Mesjid terbesar di Hungary |
Yang menarik
setelah saya perhatikan ada perbedaan jadwal salat di tiap-tiap mesjid.
Terutama untuk salat isha dan subuh. Perbedaanya bisa sampai setengah jam
lebih. Mungkin karena perhitungan yang mereka gunakan berbeda-beda. Tentu saja saya
memilih untuk salat tarawih di mesjid yang mempunyai jadwal salat isha lebih
cepat. Selain tarawihnya selesai lebih
cepat kami pun bisa pulang tidak terlalu malam. Tapi sayang tidak ada perbedaan
waktu yang signifikan dalam hal adzan magrib...:)
Tulisan ini di buat atas permintaan teman (sangat) baik saya untuk diterbitkan sebagai rangkaian cerita Ramadhan di media online tempat suaminya bekerja. Sudah lama sekali saya tidak menulis. Bahkan terakhir nulis di blog ini pun tahun 2011 ( kalo barang dah berdebu, karatan, banyak binatang2 kecil...hiii). Setelah menulis cerita ini jadi termotivasi lagi buat menulis tentang pengalaman selama di negeri orang ini. link ke media dimana cerita ini diterbitkan : Cerita menjalani puasa Ramadan di Hongaria
No comments:
Post a Comment